Kamis, 05 Januari 2012

Makalah Psikologi perkembangan tentang KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK


BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan fisik, yang pada gilirannya dapat memicu terjadinya perubahan emosional, perubahan kognitif yang memberikan pemikiran tentang cara berpikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan nilai dalam peran social melalui pengasuhan orang tua dan aktivitas individu. Secara spesifik, masalah kemandirian menuntutsuatu kesiapan individu, baik kesiapan fisik maupun emosional untuk mengatur, mengurus dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak menngantungkan pada orang lain.Kemandirian muncul dan berfungsi ketika peserta didik menemukan diri pada posisi yang menuntut suatu tingkat kepercayaan diri. Menurut Steinberg (1993), kemandirian berbeda dengan tidak tergantung, karena tidak tergantung merupakan bagian untuk memperoleh kemandirian.
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui pengertian kemandirian?
2. Mengetahui Bentuk-bentuk kemandirian?
3. Mengetahui Tingkatan dan karakteristik kemandirian?
4. Mengetahui Pentingnya kemandirian bagi peserta didik?
5. Mengatahui pendidikan kemandirian peserta didik dan implikasnya bagi peserta didik ?



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Kemandirian
Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar “diri”, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Konsep yang sering digunakan atau berdekatan dengan kemandirian adalah autonomy.
Menurut Chaplin (2002), otonomi adalah kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan Seifert dan Hoffnung (1994) mendefinisikan otonomi atau kemandirian sebagai “the ability to govern and regulate one’s own thoughts, feelings, and actions freely and responsibly while overcoming feelings of shame and doubt.”
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kemandirian atau otonomi adalah usaha untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan.
Erikson (dalam monks, dkk, 1989), menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk mennemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan kea rah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan insiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawabb, mampu menahan diri,membuat keputusan-keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain. Dengan otonomi tersebut, peserta didik diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian:
·         Suatu kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri.
·         Mampu mengambil keputusan dan insiatif untu mengatasi masalah yang dihadapi.
·         Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya.
·         Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

B.          Bentuk-bentuk Kemandirian
Robert Havighurst (1972) membedakan kemandirian atas empat bentuk kemandirian, yaitu:
·         Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol eosi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.
·         Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain.
·         Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
·         Kemandirian social, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain.
Sementara itu, Steiberg (1993) membedakan karakteristik kemandirian atas tiga bentuk, yaitu:
·         Kemandirian emosional (emotional autonomy), yaitu aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu, seperti hubungan emosional antar individu, seperti hubungan emosional peserta didik dengan guru atau orang tuanya.
·         Kemandirian tingkah laku (behavioral autonomy), yaitu suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab.
·         Kemandirian nilai (value autonomy), yaitu kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting.

C.     Tingkatan dan karakteristik kemandirian
Sebagai suatu dimensi ppsikologis yang kompleks, kemandirian dalam perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkatan perkembangan kemandirian tersebut. Lovinger (dalam Sunaryo Kartadinata, 1988), mengemukakan tingkatan kemandirian dan karakteristiknya, yaitu:
1.      Tingkat pertama, adalah tingkat impulsive dan melindungi diri. Cirri-cirinya:
·         Peduli terhadap control dan keuntungan yang diperoleh dan interaksinya dengan orang lain.
·         Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistic.
·         Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype)
·         Cenderung melihat kehidupan sebagau zero-sum games.
·         Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
2.      Tingkat kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-cirinya:
·         Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan social.
·         Cenderung berpikir stereotype dan klise.
·         Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.
·         Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
·         Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi.
·         Perbedaan kelompok didasarkan atas cirri-ciri eksternal.
·         Takut tidak diterima kelompok.
·         Tidak sensitif terhadap keindividualan
·         Merasa berdosa jika melanggar aturan.
3.      Tingkat ketiga, adalah tingkat sadar diri. Cirri-cirinya:
·         Mampu berpikir alternatif.
·         Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
·         Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
·         Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah.
·         Memikirkan cara hidup.
·         Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
4.      Tingkat keempat, adalah tingkat saksama (conscientious). Cirri-cirinya:
·         Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
·         Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
·         Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain.
·         Sadar akan tanggung jawab.
·         Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
·         Peduli akan hubungan mutualistik.
·         Memiliki tujuan jangka panjang.
·         Cenderung melihat peristiwa dalam konteks social.
·         Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
5.      Tingkat kelima, adalah tingkat individualitas. Cirri-cirinya:
·         Peningkatan kesadaran individualitas.
·         Kesadaran akan konflik emosional antarakemandirian dan ketergantungan.
·         Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
·         Mengenal eksistensi perbedaan individual.
·         Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
·         Membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya.

1 komentar:

  1. Borgata Hotel Casino & Spa Map & Floor Plans - MapyRO
    Find the best Borgata 서울특별 출장샵 Hotel Casino & 태백 출장마사지 Spa Floor Plans in New Jersey. View floor plans, photos 제주 출장안마 and detailed data 전주 출장안마 for Borgata Hotel Casino & Spa in Atlantic 울산광역 출장샵

    BalasHapus